KPK menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka OTT Gubernur Sulaw…
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI NILAI BUDAYA LOKAL
"Lokal Wisdom Sebagai Bagian dari Budaya Lokal Daerah"
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI NILAI BUDAYA LOKAL. Kearifan
lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan local (local).
Secara umum maka lokal wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal sering disebut local wisdom yang dapat dipahami sebagai
usaha manusia dengan menggunakan akal budinya
untuk bertindak dan bersikap terhadap suatu objek atau peristiwa yang
terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007). Kearifan lokal dapat dimaknai
sebagai pemikiran yang dilandasi pada nalar, budi dan perilaku yang memuat
hal-hal baik. Individu yang memahami kearifan lokal dengan baik akan mempunyai
sikap dan perilaku yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat umumnya.
9
|
Kearifan lokal menurut
Magdalia Alfian (2013) diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta
sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sementara itu Putut Setiyadi
(2012) menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan adat dan kebiasan yang telah
mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang
hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat
tertentu di daerah tertentu. Zuhdan K. Prasetyo (2013) mengatakan bahwa local
wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan
diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Selanjutnya
Nuraini Asriati (2012) berpandangan bahwa kearifan lokal merupakan suatu
gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara
terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan
kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup
dan sifatnya biasa-biasa saja). Hal senada disampaikan oleh Ni Wayan Sartini
(2004) yang mengatakan bahwa kearifan lokal (local wisdom) dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.
Local
wisdom is basic knowledge gained from living in balance with nature. It is
related to culture in the community which is accumulated and passed on (Roikhwanphut Mungmachon, 2012). Definisi di
atas dapat diartikan bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan dasar yang
diperoleh dari keseimbangan hidup dengan alam, hal ini terkait dengan
kebudayaan masyarakat yang terakumulasi secara terus-menerus.
Didied
Affandy and Putu Wulandari (2012) mengatakan Local wisdom refers to the
knowledge that comes from the community’s experiences and the accumulation of
local knowledge. Local wisdom is found in societies, communities, and
individuals. Pendapat ini mempunyai arti bahwa kearifan lokal mengacu pada
pengetahuan yang berasal dari pengalaman masyarakat dan merupakan akumulasi
dari pengetahuan lokal. Kearifan lokal ditemukan di dalam masyarakat, komunitas
dan individu. Selanjutnya Haidlor Ali Ahmad (2010) mendefinisikan:
Kearifan lokal dapat
didefinisikan sebagai suatu sintesa budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor
lokal melalui proses yang berulangulang, melalui internalisasi dan interpretasi
ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan
dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat.
Kearifan
lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat yang terjadi
karena adanya faktor geografis dalam artian luas. Kearifan lokal merupakan
produk budaya masa lalu yang secara terus menerus dijadikan pegangan hidup oleh
masyarakat. Meskipun kearifan lokal bersifat lokal tetapi nilai yang terkandung
didalamnya sangat universal. Keberadaan kearifan lokal memiliki fungsi yang
dituliskan oleh Sartini (2006) sebagai berikut: (1) Berfungsi untuk konservasi
dan pelestarian sumberdaya alam; (2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya
manusia; (3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; (4)
Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan,
sastra dan pantangan; (5) Bermakna sosial misalnya upacara integrasi
komunal/kerabat; (6) Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian; (7)
Bermakna etika dan moral; dan (7) Bermakna politik.
Sebagaimana
dipahami dalam beradaptasi dengan lingkungan, masyarakat memperoleh dan
mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, norma adat,
nilai budaya, aktivitas, dan peralatan sebagai hasil abstraksi mengelola
lingkungan. Keanekaragaman pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada
dalam masyarakat diwariskan secara turun temurun dan menjadi pedoman dalam
memanfaatkan sumber daya alam. Kesadaran untuk melestarikan lingkungan dapat
ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan (Adimihardja Kusnaka,
2008).
a. Bentuk Nilai-nilai Budaya Lokal
Haidlor
Ali Ahmad (2010) mengemukakan kearifan lokal merupakan tata aturan tak tertulis
yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa:
1. Tata aturan yang menyangkut hubungan antar
sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu maupun
kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat, aturan
perkawinan antar klan, tata karma dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tata aturan menyangkut hubungan manusia
dengan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya
konservasi alam.
3. tata aturan yang menyangkut hubungan manusia
dengan yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa
adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah.
Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Sama halnya dengan pendapat Nurma Ali Ridwan (2007) yang mengatakan bahwa kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi, kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu.
Cokaiba
merupakan pencerminan kehidupan masyarakat merupakan tradisi turun
temurun dari leluhur di Patani. Hampir tiap tahun selalu merayakan budaya
Cokaiba. Puncaknya
pada saat Memperingat Maulid Nabi Muhammad SAW. Budaya ini masih dilestarikan sampai sekarang. Ketika
melakukan perayaan budaya Cokaiba biasanya ada semacam tradisi untuk melakukan
pertukaran kue antara kepala rumah tangga satu dengan kepala rumah tangga yang
satu ini disebut dengan Fanten. Bentuk kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat Halmahera tengah
selain Cokaiba adalah Fadingding Jou Nabi, selama 44 hari seperti sama
dengan buat barasanji untuk kelahiran anak. Fadindingi adalah melakukan
Zikir pada saat malam hari sampai bulannya hilang. Ibu-ibu juga punya perenan
penting dalam perayaan tradisi ini. Dimana ibu-ibu juga yang menyediakan aneka
makanan untuk merayakan tradidisi itu (http://antomusa.blogspot.co.id). Tidak hanya di Halmahera Tengah, wujud
kearifan lokal yang berupa pertunjukan seperti wayang yang ada di jawa, ada
juga benda tersebar di seluruh pelosok nusantara, seperti rumah honai yang
dimiliki oleh masyarakat papua, makam batu yang terkenal di toraja, dan masih
banyak lagi.
Ni
Wayan Sartini (2009) mengatakan bahwa salah satu kearifan local yang ada di
seluruh nusantara adalah bahasa dan budaya daerah. Bahasa adalah bagian penting
dari budaya. Sebagai alat komunikasi dalam masyarakat ia memiliki peran penting
dalam mempertahankan budaya suatu masyarakat. Karena bahasa memanfaatkan
tanda-tanda yang ada di lingkungan suatu masyarakat (Alma Buchari, 2010).
Bahasa daerah merupakan salah satu bahasa yang dikuasai oleh hampir seluruh
anggota masyarakat pemiliknya yang tinggal di daerah itu. Banyak sekali bahasa
daerah yang terdapat di nusantara ini seperti bahasa sunda, bahasa jawa, bahasa
melayu, bahasa Makassar dan lain-lain.
Bahasa
itu merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
Adat, kebiasaan, tradisi, tata nilai dan kebudayaan masyarakat lingkungannya
juga terekam di dalam bahasa daerah tersebut. Bahkan ada beberapa masyarakat
sangat membanggakan bahasa daerahnya. Kearifan lokal suatu daerah bisa
tercermin dari bahasa yang digunakan. Oleh karena itu setiap bahasa daerah
memiliki nilai luhur untuk menciptakan masyarakatnya berkehidupan lebih baik
menurut mereka (Joko Sutarso, 2012). Kearifan lokal dari segi bahasa lebih
menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas
komunitas kelompok tersebut, misalnya alon-alon asal klakon (masyarakat
Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat
Jawa Timur), ikhlas kiaine manfaat ilmune, patuh gurune barokah uripe (masyarakat
pesantren), dan sebagainya.( Putut Setiyadi, 2012).
Dapat
disimpulkan bahwa bahasa merupakan wujud kearifan lokal karena di dalam bahasa
terkandung tradisi, nilai, dan kebiasaan suatu masyarakat pada daerah tertentu.
Francis
Fukuyama, memandang kearifan lokal sebagai modal sosial yang dipandang sebagai
bumbu vital bagi perkembangan pemberdayaan perekonomian masyarakat. Modal
sosial yang kuat dapat memicu pertumbuhan di berbagai sektor perekonomian
karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratan hubungan dalam
jaringan yang lebih luas yang tumbuh di kalangan masyarakat (dalam Puspa dan
Siti Czafrani, 2010).
Masyarakat
Patani Halmahera tengah juga mempunyai cara pengelolaan hutan lestari telah
dilakukan masyarakat adat sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu dan itu tetap
diterapkan sampai saat ini. Hal ini karena masyarakat adat mengerti akan
pentingnya hutan sebagai tempat mencari nafkah, penyedia sumber daya, kawasan
konservasi, penyedia air dan fungsi-fungsi lainnya. Penerapan hal ini juga
diperkuat dengan aturan-aturan adat yang mengikat. Seperti pemberian sanksi dan
denda bagi masyarakatnya yang terbukti salah. Masyarakat Bali dengan
subaknya yang sampai sekarang dipelihara untuk terus menjamin hasil pertanian
padi dari sawahnya. Hal tersebut merupakan bagian dari budaya kita yang
berbentuk kaerifan lokal. Kearifan lokal telah tumbuh dan terpelihara dalam
masyarakat itu sendiri.
(posted by admin)
Post a Comment
Post a Comment