Theme images by Igniel

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

Jumlah Pengunjung

Archive

Universitas Megarezky

Universitas Megarezky
FKIP Universitas Megarezky

Prodi Pendidikan Jasmani Ada Di Univ. Megarezky

Prodi Pendidikan Jasmani Ada Di Univ. Megarezky
Yukkss Daftarkan Segara Diri Anda untuk menjadi Bagian dari Kami

Ayo Kuliah Di Univ. Megarezky

Ayo Kuliah Di Univ. Megarezky
Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2020/2021

Translate

Follow Us

Halaman Facebook

Universitas Megarezky

Comment

Bacaan Favorit

KEARIFAN LOKAL SEBAGAI NILAI BUDAYA LOKAL

Post a Comment

"Lokal Wisdom Sebagai Bagian dari Budaya Lokal Daerah" 
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI NILAI BUDAYA LOKAL. Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan local (local). Secara umum maka lokal wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal sering disebut local wisdom yang dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya  untuk bertindak dan bersikap terhadap suatu objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007). Kearifan lokal dapat dimaknai sebagai pemikiran yang dilandasi pada nalar, budi dan perilaku yang memuat hal-hal baik. Individu yang memahami kearifan lokal dengan baik akan mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat umumnya.


9
Kearifan lokal menurut Magdalia Alfian (2013) diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sementara itu Putut Setiyadi (2012) menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan adat dan kebiasan yang telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat tertentu di daerah tertentu. Zuhdan K. Prasetyo (2013) mengatakan bahwa local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Selanjutnya Nuraini Asriati (2012) berpandangan bahwa kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup dan sifatnya biasa-biasa saja). Hal senada disampaikan oleh Ni Wayan Sartini (2004) yang mengatakan bahwa kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Local wisdom is basic knowledge gained from living in balance with nature. It is related to culture in the community which is accumulated and passed on (Roikhwanphut Mungmachon, 2012). Definisi di atas dapat diartikan bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan dasar yang diperoleh dari keseimbangan hidup dengan alam, hal ini terkait dengan kebudayaan masyarakat yang terakumulasi secara terus-menerus.
Didied Affandy and Putu Wulandari (2012) mengatakan Local wisdom refers to the knowledge that comes from the community’s experiences and the accumulation of local knowledge. Local wisdom is found in societies, communities, and individuals. Pendapat ini mempunyai arti bahwa kearifan lokal mengacu pada pengetahuan yang berasal dari pengalaman masyarakat dan merupakan akumulasi dari pengetahuan lokal. Kearifan lokal ditemukan di dalam masyarakat, komunitas dan individu. Selanjutnya Haidlor Ali Ahmad (2010) mendefinisikan:

Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu sintesa budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulangulang, melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat.

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat yang terjadi karena adanya faktor geografis dalam artian luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang secara terus menerus dijadikan pegangan hidup oleh masyarakat. Meskipun kearifan lokal bersifat lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya sangat universal. Keberadaan kearifan lokal memiliki fungsi yang dituliskan oleh Sartini (2006) sebagai berikut: (1) Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam; (2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia; (3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; (4) Berfungsi sebagai petuah,  kepercayaan, sastra dan pantangan; (5) Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; (6) Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian; (7) Bermakna etika dan moral; dan (7) Bermakna politik.
Sebagaimana dipahami dalam beradaptasi dengan lingkungan, masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan peralatan sebagai hasil abstraksi mengelola lingkungan. Keanekaragaman pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat diwariskan secara turun temurun dan menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumber daya alam. Kesadaran untuk melestarikan lingkungan dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan (Adimihardja Kusnaka, 2008).
a.      Bentuk Nilai-nilai Budaya Lokal

Haidlor Ali Ahmad (2010) mengemukakan kearifan lokal merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa:
1.    Tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan antar klan, tata karma dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi alam.
3.    tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah.

Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Sama halnya dengan pendapat Nurma Ali Ridwan (2007) yang mengatakan bahwa kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi, kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu.
Cokaiba merupakan pencerminan kehidupan masyarakat merupakan tradisi turun temurun dari leluhur di Patani. Hampir tiap tahun selalu merayakan budaya Cokaiba. Puncaknya pada saat Memperingat Maulid Nabi Muhammad SAW. Budaya ini masih dilestarikan sampai sekarang. Ketika melakukan perayaan budaya Cokaiba biasanya ada semacam tradisi untuk melakukan pertukaran kue antara kepala rumah tangga satu dengan kepala rumah tangga yang satu ini disebut dengan Fanten. Bentuk kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat Halmahera tengah selain Cokaiba adalah Fadingding Jou Nabi, selama 44 hari seperti sama dengan buat barasanji untuk kelahiran anak. Fadindingi adalah  melakukan Zikir pada saat malam hari sampai bulannya hilang. Ibu-ibu juga punya perenan penting dalam perayaan tradisi ini. Dimana ibu-ibu juga yang menyediakan aneka makanan untuk merayakan tradidisi itu (http://antomusa.blogspot.co.id). Tidak hanya di Halmahera Tengah, wujud kearifan lokal yang berupa pertunjukan seperti wayang yang ada di jawa, ada juga benda tersebar di seluruh pelosok nusantara, seperti rumah honai yang dimiliki oleh masyarakat papua, makam batu yang terkenal di toraja, dan masih banyak lagi.
Ni Wayan Sartini (2009) mengatakan bahwa salah satu kearifan local yang ada di seluruh nusantara adalah bahasa dan budaya daerah. Bahasa adalah bagian penting dari budaya. Sebagai alat komunikasi dalam masyarakat ia memiliki peran penting dalam mempertahankan budaya suatu masyarakat. Karena bahasa memanfaatkan tanda-tanda yang ada di lingkungan suatu masyarakat (Alma Buchari, 2010). Bahasa daerah merupakan salah satu bahasa yang dikuasai oleh hampir seluruh anggota masyarakat pemiliknya yang tinggal di daerah itu. Banyak sekali bahasa daerah yang terdapat di nusantara ini seperti bahasa sunda, bahasa jawa, bahasa melayu, bahasa Makassar dan lain-lain.
Bahasa itu merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Adat, kebiasaan, tradisi, tata nilai dan kebudayaan masyarakat lingkungannya juga terekam di dalam bahasa daerah tersebut. Bahkan ada beberapa masyarakat sangat membanggakan bahasa daerahnya. Kearifan lokal suatu daerah bisa tercermin dari bahasa yang digunakan. Oleh karena itu setiap bahasa daerah memiliki nilai luhur untuk menciptakan masyarakatnya berkehidupan lebih baik menurut mereka (Joko Sutarso, 2012). Kearifan lokal dari segi bahasa lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, misalnya alon-alon asal klakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung (masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiaine manfaat ilmune, patuh gurune barokah uripe (masyarakat pesantren), dan sebagainya.( Putut Setiyadi, 2012).
Dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan wujud kearifan lokal karena di dalam bahasa terkandung tradisi, nilai, dan kebiasaan suatu masyarakat pada daerah tertentu.
Francis Fukuyama, memandang kearifan lokal sebagai modal sosial yang dipandang sebagai bumbu vital bagi perkembangan pemberdayaan perekonomian masyarakat. Modal sosial yang kuat dapat memicu pertumbuhan di berbagai sektor perekonomian karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratan hubungan dalam jaringan yang lebih luas yang tumbuh di kalangan masyarakat (dalam Puspa dan Siti Czafrani, 2010).
Masyarakat Patani Halmahera tengah juga mempunyai cara pengelolaan hutan lestari telah dilakukan masyarakat adat sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu dan itu tetap diterapkan sampai saat ini. Hal ini karena masyarakat adat mengerti akan pentingnya hutan sebagai tempat mencari nafkah, penyedia sumber daya, kawasan konservasi, penyedia air dan fungsi-fungsi lainnya. Penerapan hal ini juga diperkuat dengan aturan-aturan adat yang mengikat. Seperti pemberian sanksi dan denda bagi masyarakatnya yang terbukti salah. Masyarakat Bali dengan subaknya yang sampai sekarang dipelihara untuk terus menjamin hasil pertanian padi dari sawahnya. Hal tersebut merupakan bagian dari budaya kita yang berbentuk kaerifan lokal. Kearifan lokal telah tumbuh dan terpelihara dalam masyarakat itu sendiri. 
(posted by admin)

aminuddin
Aminuddin S.Or.,M.kes Dg Nyampo, Akademisi dan praktisi di bidang ilmu Kesehatan Olahraga.

Related Posts

Post a Comment