KPK menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka OTT Gubernur Sulaw…
TEORI MANAJEMEN KLASIK
Teori Manajemen Klasik adalah Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris
disebut scientific management, pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor
dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada
tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen
ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti Stephen Robbins
menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen
modern.
Ide tentang penggunaan metode ilmiah muncul
ketika Taylor merasa kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja di
perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan berbagai
macam teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang sama—nyaris tak ada standar
kerja di sana. Selain itu, para pekerja cenderung menganggap gampang
pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah
sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha
keras mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk
menemukan sebuah "teknik paling baik" dalam menyelesaikan tiap-tiap
pekerjaan.
Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat
sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman
tersebut adalah:
- Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur
pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama yang bersifat
untung-untungan.
- Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah,
ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.
- Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan
para pekerja untuk menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai
dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.
- Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara
hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih
semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.
Pedoman ini mengubah drastis pola pikir
manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka
dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus
memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil
alih pekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan
pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih
jauh oleh pasangan suami-istri Frank
dan Lillian Gilbreth. Keduanya
tertarik dengan ide Taylor setelah mendengarkan ceramahnya pada sebuah
pertemuan profesional.
Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan mikronometer
yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya
waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang
sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan
alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema
klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti
mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama
keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap).
Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih
tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.
Skema itu mereka dapatkan dari pengamatan mereka
terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai
kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk
memasang batu bata untuk eksterior dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui
penelitian, ia menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan
yang diperlukan untuk memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan
menjadi 5 gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara
drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan
teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang
kelelahannya di penghujung hari.
Teori administrasi umum
Teori administrasi umum atau, dalam bahasa
Inggris, general theory of administration, adalah teori umum mengenai
apa yang dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik
manajemen yang baik. Sumbangan penting untuk teori ini datang dari industrialis
Perancis Henri Fayol dengan 14 prinsip manajemen-nya dan sosiolog Jerman Max Weber dengan konsep birokrasi—bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian
kerja, hierarki yang didefinisikande dengan jelas, peraturan dan ketetapan
rinci, dan sejumlah hubungan impersonal.
Pendekatan kuantitatif
Pendekatan kuantitatif adalah penggunaan
sejumlah teknik kuantitatif—seperti statistik, model optimasi,
model informasi,
atau simulasi
komputer—untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan. Sebagai
contoh, pemrograman linear digunakan para manajer untuk membantu mengambil
kebijakan pengalokasian sumber daya; analisis jalur
krisis (Critical Path Analysis) dapat digunakan untuk membuat
penjadwalan kerja yang lebih efesien; model kuantitas pesanan ekonomi (economic
order quantity model) membantu manajer menentukan tingkat persediaan
optimum; dan lain-lain.
Pengembangan kuantitatif muncul dari
pengembangan solusi matematika dan statistik terhadap masalah militer selama Perang Dunia II. Setelah perang berakhir, teknik-teknik
matematika dan statistika yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan
militer itu diterapkan di sektor bisnis. Pelopornya adalah sekelompok perwira
militer yang dijuluki "Whiz Kids." Para perwira yang
bergabung dengan Ford Motor Company pada
pertengahan 1940-an ini menggunakan metode statistik dan model kuantitatif
untuk memperbaiki pengambilan keputusan di Ford.
Kajian Hawthorne
Kajian Hawthrone adalah serangkaian kajian yang
dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh
berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Kajian
dilakukan di Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.
Uji coba dilaksanakan dengan membagi karyawan ke
dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok
eksperimen dikenai berbagai macam intensitas penerangan sementara kelompok
kontrol bekerja di bawah intensitas penerangan yang tetap. Para peneliti
mengharapkan adanya perbedaan jika intensitas cahaya diubah. Namun, mereka
mendapatkan hasil yang mengejutkan: baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun
diturunkan, output pekerja meningkat daripada biasanya. Para peneliti
tidak dapat menjelaskan apa yang mereka saksikan, mereka hanya dapat
menyimpulkan bahwa intensitas penerangan tidak berhubungan langsung dengan
produktivitas kelompok dan "sesuatu yang lain pasti" telah
menyebabkan hasil itu.
Pada tahun 1927, Profesor Elton Mayo dari Harvard beserta
rekan-rekannya diundang untuk bergabung dalam kajian ini. Mereka kemudian
melanjutkan penelitian tentang produktivitas kerja dengan cara-cara yang lain,
misalnya dengan mendesain ulang jabatan, mengubah lamanya jam kerja dan hari
kerja alam seminggu, memperkenalkan periode istirahat, dan menyusun rancangan
upah individu dan rancangan upah kelompok. Penelitian ini mengindikasikan bahwa
ternyata insentif-insentif di atas lebih sedikit pengaruhnya terhadap output
pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa
aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar
kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.
Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian
Hawthrone ini memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan manajemen
terhadap peran perlikau manusia dalam organisasi. Mayo menyimpulkan bahwa:
- perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat
erat
- pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada
perilaku individu
- standar kelompok menentukan hasil kerja
masing-masing karyawan
- uang tidak begitu menjadi faktor
penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen
kelompok, dan rasa aman.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada
penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia sebagai penentu berfungsi atau
tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi tersebut.
Fungsi manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang
akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan
oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi
manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama
Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi
manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan
mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi
empat, yaitu:
- Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.
Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses
terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan,
fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
- Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang
harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas
tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut,
pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
- Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usah
Sarana manajemen
Man dan machine, dua sarana manajemen.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu
usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M,
yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki
oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat
tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada
manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk
kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang
berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak
dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai.
Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools)
yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan
secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan
harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan
setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk
mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga
harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab
materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai
hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin
digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar
serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar
jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan
cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai
pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan
penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode
baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai
pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama
dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi
menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu
sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses
produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung.
Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil
produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar
dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera
konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
Prinsip
manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur
dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan
situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal
dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
- Pembagian
kerja (Division of work)
- Wewenang
dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
- Disiplin
(Discipline)
- Kesatuan
perintah (Unity of command)
- Kesatuan
pengarahan (Unity of direction)
- Mengutamakan
kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
- Penggajian
pegawai
- Pemusatan
(Centralization)
- Hirarki
(tingkatan)
- Ketertiban
(Order)
- Keadilan
dan kejujuran
- Stabilitas
kondisi karyawan
- Prakarsa
(Inisiative)
- Semangat
kesatuan, semangat korps
Post a Comment
Post a Comment