KPK menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka OTT Gubernur Sulaw…
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
oleh : Fahreena Meyziya Nijhan Jauhar
A.Pendahuluan
Era globalisasi
merupakan era yang penuh dengan tantangan, dimana persaingan di segala bidang telah
berlangsung, baik kapital, budaya, etika, maupun moral. Dalam hal ini peradaban
manusia seakan-akan telah dikuasai oleh persepsi bahwa sumber daya yang mampu
mengikuti dan menguasai era tersebut adalah mereka yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dan memang demikianlah kenyataannya, hanya dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang dapat mengerjakan tugas
secara profesional serta berperilaku dan berpribadi mandiri di antara desakan
persaingan yang terjadi.
Ilmu merupakan suatu
yang penting bagi umat manusia, dengan ilmu manusia akan dapat mengenal alam
semesta dan bahkan menguasainya. Keberadaan ilmu, jika diperhatikan melalui
historisitasnya muncul bersamaan dengan kehidupan manusia yang dapat digunakan
untuk mensejahterakan kehidupannya. Melalui berbagai pengalaman dan riset yang
dilakukan seiring dengan kebutuhan manusia, ilmu dapat mengantarkan manusia
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.1 Sedangkan teknologi merupakan hasil
kerja dari pada ilmu pengetahuan yang dikembangkan sedemikian rupa hingga
mencapai kemudahan dalam perjalanan hidup manusia, dan hal ini biasanya
dijadikan sebagai parameter untuk menentukan tingkat kemajuan suatu peradaban.
Sebagaimana dikemukakan oleh Sindung Tjahyadi – yang telah merangkum berbagai
definisi atas teknologi – bahwa, pertama teknologi adalah penerapan ilmu,
kedua, teknologi adalah ilmu yang dirumuskan dalam kaitan dengan aspek
eksternal, yaitu industri, dan aspek internal yang dikaitkan dengan objek
material ilmu maupun aspek ‘murni-terapan’, dan ketiga, teknologi merupakan
keahlian yang terkait dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Berawal dari
konferensi dunia tentang Pendidikan Muslim di Mekah tahun 1977, yang
diprakarsai oleh King Abdul Aziz University, yang banyak membahas atas gagasan
Islamisasi Pengetahuan, yang antara lain menyatakan tantangan besar yang secara
diam-diam dihadapi oleh umat Islam pada zaman ini yaitu tantangan pengetahuan,
bukan karena kebodohan tetapi pengetahuan pengetahuan yang dipahamkan dan
disebarkan keseluruh dunia oleh peradaban Barat, yang mana pengetahuan tersebut
terlepas dari segala nilai dan etika. Oleh karena itu perlu diadakannya
pembersihan atas pengetahuan barat dari unsur-unsur asing bagi ajaran Islam,
dan merumuskan kembali serta memadukan unsur-unsur Islam yang esensial dan
konsep-konsep kunci dengan menggunakan pendekatan filsafat sebagai pijakan dan
landasan. Sehingga menghasilkan suatu komposisi yang merangkum pengetahuan inti
tersebut dan melangkah pada Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
kata lain, Islamisasi pengetahuan berarti mengislamkan atau melakukan penyucian
terhadap ilmu pengetahuan produk non-muslim yang selama ini dikembangan dan
dijadikan acuan dalam wacana pengembangan sistem pendidikan Islam, agar
diperoleh ilmu pengetahuan yang bercorak Islam.
Dengan munculnya paradigma di atas, telah menuai kritik bahwa hal tersebut lebih bersifat reaktif dan bukan proaktif, sehingga akan menghambat kemajuan umat Islam sendiri dalam menghadapi era global. Apalagi setelah meniti ulang bahwa Islam mengajarkan keuniversalan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mana Allah menciptakan alam semesta untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk umat Islam. Maka, sebagai umat Islam harusnya mulai berbenah dan melakukan kritik internal sebagai sikap intelektual muslim, dengan mengembangkan sikap toleran dan terbuka dalam menghadapi dunia global. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya imtak dan iptek sebagai landasan untuk membangun peradaban dunia Islam.
B.Respons Umat Islam
Terhadap Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan isu aktual yang kemudian mendapat tanggapan serius dari umat Islam secara umum, dan khususnya oleh para pemikir dan para cendekiawan muslim. Diantara para pemikir tersebut ada yang bersikap pro dan kontra terhadap isu yang sedang muncul.
Adapun pihak yang
pendukung adanya Islamisasi ilmu pengetahuan berargumen bahwa : 1. Umat manusia
membutuhkan sistem sains untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik material maupun
spiritual, sedagkan sistem sains yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan
tersebut, sebab banyak mengandung nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam.
2. Kenyataan membuktikan bahwa sains modern telah menimbulkan ancaman bagi
kelangsungan hidup umat manusia dan lingkungannya. 3. Umat Islam pernah
memiliki sebuah peradaban Islami, yaitu sistem sains berkembang sesuai dengan
nilai-nilai dan kebutuhan umat, sehingga untuk menciptakan kembali sains Islam
dalam peradaban perlu diadakannya Islamisasi sains.
Selain itu beberapa argumen yang diungkapkan adalah Perkembangan ilmu pengetahuan pada era empat dasarwarsa ini oleh para filosof baik barat maupun timur dinilai telah menjadi ilmu pengetahuan yang terlalu rasionalistik pada gilirannya menghampakan manusia akan nilai-nilai agama. Krisis ilmu pengetahuan modern ini telah sampai pada krisis landasan filosofis. Fondasi epistemologi positivisme-rasionalisme yang digunakan ilmu pengetahuan modern sebagai topangan berfikir secara lambat laun tapi pasti telah meniadakan keberadaan nilai terutama nilai agama atau menihilkan keberadaan Tuhan. Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa ilmu yang obyektif itu bebas nilai. Krisis ini yang menggugah para pemikir Muslim bertindak dengan cara islamisasi pengetahuan. Langkah ini diambil untuk mengembalikan ilmu pengetahuan sebagai pemecahan masalah manusia dengan mengedepankan sudut pandang manusia sebagai kesatuan bio-psiko-spiritual. Perlunya langkah islamisasi pengetahuan tidak terlepas dari penggunaan ilmu pengetahuan yang disalahfungsikan. Ilmu pengetahuan yang seharusnya muncul sebagai rahmatan lil’alamin justru bertindak sebaliknya, kehilangan ruh sebagai keselamatan umat manusia. Tujuan lainnya dari islamisasi pengetahuan disampaikan oleh Merryl Wyn Davies dalam tulisannya berjudul Rethingking knowledge: “islamization and the future”. Ia menyampaikan bahwa tujuan terpenting dari islamissasi ini adalah “melahirkan berbagai disiplin yang merupakan produk alami dari pandangan dunia dan peradaban islam, dan untuk itu digunakankan kategori dan gagasan islamisasi untuk menggambarkan tujuan, cita-cita, pemikiran, perilaku, persoalan, serta solusi masyarakat muslim”.
Sedangkan pihak
yang kontra berargumen bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
telah banyak diilhami oleh para ilmuwan muslim yang ditransformasikan pada masa
kejayaan Islam. Oleh karena itu, jika hendak meraih kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka kita perlu melakukan transformasi besar-besaran dari barat
tanpa ada rasa curiga, sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal
yang netral, dan maslahat dan madharat yang dibawanya tergantung pada ilmuwan
pembawa dan pengembangnya. Oleh karena itu hal penting yang harus dilakukan
adalah islamisasi terhadap ilmuwannya, bukan pada objek pengetahuan dan
teknologi yang dikembangkannya.
Sebenarnya kedua argumen yang mendasari persetujuan dan penolakan adanya islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sama-sama menginginkan terwujudnya kemajuan peradaban yang Islami. Hanya saja pihak yang pro lebih melihat dimensi ilmu pengetahuan sebagai objek kajian yang perlu dicarikan landasan filosofisnya yang Islami, dan pihak lawannya lebih melihat subjek pembawanya.
Di sisi lain antara
pendapat pro dan kontra tersebut, muncul pendapat bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi bersifat objektif, sehingga perbedaan epistemologi dan Islam adalah
hal yang semu. Sebab ilmu pengetahuan dan teknologi bersifat universal,
sehingga bisa berlaku di mana saja.8 Kelompok yang masih mempertahankan
netralitas dan universalitas ilmu pengetahuan, namun fungsinya harus diubah
diarahkan menuju cita-cita Islam dan masyarakatnya. Kelompok ini dipelopori
oleh Z.A. Hasyimi dari Pakistan. Hasyimi menganjurkan agar para ilmuwan Muslim
mampu menghilangkan unsur-unsur yang tidak diinginkan dalam ilmu pengetahuan
barat. Mereka harus memahami sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan serta
memiliki kesadaran akan masa depan perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak
ilmuwan Muslim yang dapat dikatagorikan dalam kelompok ini, termasuk peraih
hadiah Nobel Abdus Salam. Dia pernah menegaskan "Saya tidak dapat melihat
perbedaan ruh dalam aljabar modern dengan yang dilakukan para ilmuwan Muslim,
atau tradisi modern optika dengan Alhazen atau antara pengamatan Razi dengan
perluasan modernnya." Akan tetapi seorang penulis Ziadudin Sardar
mengkritisi kelompok ini dengan menyatakan bahwa kelompok ini terlalu
mengecilkan peran ilmu pengetahuan dalam perubahan masyarakat. Dia
mengkhawatirkan, dengan pendekatan ini ilmu pengetahuan modern yang berakar
dari sistem nilai barat dapat menghancurkan sistem nilai yang ada dalam
masyarakat Islam, termasuk terjadinya konflik tujuan antara tujuan ilmu
pengetahuan barat dengan tujuan masyarakat Islam.
Terlepas dari beberapa hal kontroversial tersebut, ilmu pengetahuan dan teknologi tetap menemati posisinya sebagai hal yang eksis pada pembangunan peradaban manusia. Artinya, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sarana untuk memperoleh kebahagian. Akan tetapi pada kenyataan implementasinya banyak hal yang justru dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kehidupan manusia menjadi terkuasai bahkan hal yang diciptakan manusia tersebut mampu mengatur pola kehidupannya, dengan ekploitasi kekayaan alam dan demi mendapatkan keuntungan sesaat bagi sebagian pihak.10 Dengan memperhatikan hal tersebut, perlu diidentifikasi lebih lanjut tentang kemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga sesuai dengan tujuan hidup seorang muslim dan cita-cita islam secara umum. Sehingga bagi para pemikir haruslah mengingat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan, seyogyanya adalah hal yang mempunyai manfaat bagi kehidupan ummat manusia, dan menjadikan perkembangannya sebagai perkembangan peradaban yang memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan manusia. Bahkan produk pemikiran dan epistemologinya diharapkan menerapkan ajaran-ajaran Ilahi, sebagai tempat konsultasi sentral yang didudukkan sebagai ayat, furqan, rahmah, dan hudan.
C.Penghargaan Islam
Atas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah salah satu dimensi strategis yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam. Terbukti dari sejak diturunkannya Al-Qur’an telah memerintahkan manusia untuk peduli dengan ilmu pengetahuan dengan perintah ”iqra’” atau perintah membaca. Hal ini merupakan dasar utama yang menuntun dan menuntut manusia untuk mencari ilmu dan mencintai ilmu pengetahuan. Bahkan Allah telah berjanji di dalam firman-Nya QS. Al-Mujadilah : 11, menyatakan bahwa “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Kata ‘ilm yang
menjadi dasar pengembangan ilmu pengetahuan dalam ajaran Islam, telah tersebut
sebanyak 854 kali di dalam Al-Qur’an. Dan hal ini telah menjadi modal besar dan
istimewa bagi manusia untuk menggapai kemajuan dan pencerahan dalam hidupnya.
Sebagaimana tokoh besar seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Khuldun dan lainnya
adalah sosok cermin yang menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
jalan menuju kemajuan dan kesejatian hidup.12 Dengan kata lain, manusia yang
unggul dan terdidik akan mampu dan bisa diandalkan untuk melahirkan kreatifitas
dan menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan Al-Qur’an dan
Sunnah.
Islam memandang
bahwa seluruh alam beserta isinya merupakan karunia dari Allah yang patut
disyukuri. Dan pandangan Islam tentang manusia sebagai khalifah dan penerima
nikmat yang dianugerahkan Allah swt, dengan tetap berpegang pada nilai-nilai
insaniyah dan juga nilai-nilai ilahiyah. Dengan demikian manusia akan menjadi
pribadi yang bersatu padu dengan kemanusiaannya, tidak netral, tetapi tetap
memihak kepada nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Allah swt sebagai
penciptanya. Sehingga muncullah prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam Islam, sekaligus menjadi tujuan yang berorientasi pada nilai-nilai
sebagai berikut :
1.Sumber ilmu adalah Allah, dan ilmu Allah yang diberikan kepada manusia hanya sedikit sekali kapasitasnya. (QS. Al-Alaq : 1-5, QS. Al-Kahfi : 109, dan QS. Al-Isra : 85)
2.Ilmu Pengetahuan dan teknologi digunakan sebagai salah satu alat untuk melengkapi dan menyempurnakan ibadah kepada Allah swt. (QS. Adz-Dzariyat : 56)
3.Alam semesta dan isinya adalah mutlak milik Allah swt. (QS. Thaha : 6, QS. Al-Maidah : 120, QS. Al-Baqarah : 255)
4.Alam semesta beserta isinya merupakan nikmat dari Allah swt. Yang dikaruniakan kepada umat manusia. (QS. Luqman : 20, QS. Ibrahim : 32-34)
5.Alam yang dikaruniakan Allah swt ini harus dinikmati dan dimanfaatkan dengan tidak melampaui batas ketentuan-Nya. (QS. Al-A’raf : 31, QS. An-Nisa : 6, QS. Al-Furqon : 68)
6.Ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan tidak boleh menimbulkan kerusakan dan mengancam kehidupan manusia. (QS. Al-Ankabut : 36, QS. Al-Qashash : 77, QS. Al-A’raf : 56)
7.Ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. (QS. Al-Baqarah : 201)13
Adapun keberadaan ilmuwan dan cendekiawan, telah mendapatkan tempat istimewa di dalam Al-Qur’an, dengan sebutan yang antara lain ulama sebagai orang yang berilmu, ulu al-nuha sebagai orang yang berfikir secara tertib dan sistematis sehingga mampu mengambil kesimpulan, ulu al-‘ilmi sebagai oarang yang identik dengan ulama atau orang yang memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan, ulu al-abshar sebagai orang yang tajam dan cermat dalam melihat realitas objektif kehidupan, ulu al-albab sebagai orang yang aktif dalam memerankan rasa dan rasio secara seimbang.14
Sedemikian halnya
Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan harapan bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi mampu
mengapresiasikan dirinya untuk mempelajari segala bentuk ayat Allah, baik yang
berupa ayat qouliyah ataupun ayat kauniyah dengan bentuk alam semesta yang
terhampar luas ini.
D.Pengembangan
Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebuah agenda
Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak lain adalah proses
pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada kepada prinsip yang
hakiki, yakni tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan sumber. Dari ketiga
proses ini lah kemudian diturunkan aksiologi (tujuan), epistemologi
(metodologi) dan ontologi (obyek) ilmu pengetahuan.15 Melalui prinsip pertama
(tauhid), ilmu pengetahuan tidaklah dimanfaatkan melulu pada praktis, tetapi
juga dimanfaatkan untuk memahami eksistensi yang hakiki dari alam dan manusia.
Ilmu pengetahuan terus dikembangkan dengan tetap berpegang bahwa Allah swt
adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan. Dengan itu, ilmu pengetahuan
selalu mengantarkan umat pada peningkatan keimanan. Hal tersebut ditegaskan
oleh Kuntowijoyo bahwa ada 3 macam kesatuan yakni kesatuan pengetahuan,
kesatuan kehidupan, dan kesatuan sejarah. Kesatuan pengetahuan berarti
pengetahuan harus menuju kebenaran yang satu. Kesatuan hidup berarti hapusnya
perbedaan antara ilmu yang sarat nilai dengan ilmu yang bebas nilai. Sementara
kesatuan sejarah artinya pengetahuan harus mengabdi kepada umat dan pada
manusia.16 Prinsip kedua (kesatuan makna kebenaran) akan membebaskan ilmu
pengetahuan dari sekularisme. Dengan prinsip ini tidak akan ada lagi istilah
kebenaran ilmiah dan kebenaran relijius. Yang ada adalah kebenaran tunggal,
baik kebenaran ilmiah maupun kebenaran relijius. Prinsip ini akan melahirkan
kompromi dan interaksi yang terus menerus antara hasil-hasil ilmu pengetahuan
dengan interpretasi kajian syari'ah. Interpretasi syari'ah tentang realitas diuji
oleh hasil-hasil ilmu pengetahuan. Demikian pula sebaliknya, hasil ilmu
pengetahuan akan diuji oleh hasil kajian syari’ah. Hal ini dikarenakan
kebenaran tunggal datang dari Allah swt. Prinsip ketiga menjadikan alam dan
Al-Qur'an sebagai sumber ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kedua sumber ilmu
pengetahuan, baik ayat kauniyah maupun ayat qouliyah memiliki posisi yang
penting dalam mencapai kebenaran. Prinsip ini menopang prinsip kedua, karena
ayat-ayat Allah selalu benar sehingga tidak ada kontradiksi antara keduanya.
Jika belum terjadi ketidaksesuaian, maka kesalahan terletak pada manusia dalam
memformulasikan ayat kauniyah atau dalam melakukan interpretasi ayat qouliyah.
Bukan pada ayat-ayat itu sendiri.17
Jika menilik cara
pandang awal terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, tentunya tidak terlepas
dari cara pandang terhadap westernisasi atau upaya bangsa barat memberikan
pengaruh seluas-luasnya terhadap cara berfikir maupun pola hidup kehidupan
manusia modern saat ini. Maka dari itu, diperlukan suatu sikap dan cara pandang
yang terbaik dalam mensikapi hal-hal tersebut. Hassan Hanafi dengan teori
oksidentalismenya telah memberikan tawaran tentang cara pandang Islam terhadap
bangsa barat modern. Yang nantinya akan dapat melakukan intermediasi terhadap alternatif-alternatif
yang akan mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Islam. Dengan
mengambil sikap tertentu dapat dilakukan revitalisasi ilmu pengetahuan dan
menghubungkannya dengan kesadaran pembaca dan madzhab utama dalam kebudayaan
Islam. Berfikir dan bersikap jelas dan didukung informasi, sehingga dapat
menciptakan kebudayaandan membangun peradaban seperti yang pernah terjadi pada
tradisi lama Islam.18
Dengan demikian
islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dikembangkan dengan 3 (tiga)
model pengembangan, yaitu :
1.Model purifikasi,
pada model ini diartikan sebagai pembersihan dan penyucian, yakni dengan
berusaha menyelenggarakan pengkudusan ilmu pengetahuan agar sesuai dan sejalan
dengan nilai dan norma islam. Seperti halnya yang telah digagas oleh Al-Faruqi
dan Al-Attas, yang telah merekomendasikan islamisasi ilmu pengetahuan dengan :
Penguasaan khasanan ilmu pengetahuan muslim, penguasaan khasanah pengetahuan
masa kini, identifikasi kekurangan ilmu pengetahuan itu dalam kaitannya dengan
ideal Islam, dan rekontruksi ilmu-ilmu itu sehingga menjadi suatu paduan yang
selaras dengan wawasan dan ideal Islam.
2.Model modernisasi
Islam, yaitu dengan membuka mata dunia Islam untuk cenderung mengembangkan
pesan Islam dalam konteks perubahan sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Serta melakukan liberalisasi pandangan yang adaftif terhadap
kemajuan zaman tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif
dari proses modernisasi, sehingga ia lebih menampilkan kelenturan dan
keterbukaan dalam menanggapi dunia yang plural dan terus berubah. Dengan kata
lain bersikap modern berarti bersikap lentur, terbuka, ilmiah, rasional,
progresif dan dinamis, serta tanpa segan melakukan transformasi, akomodasi
bahkan adopsi terhadap pemikiran dan temuan dari ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3.Model
neo-modernis, yaitu berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai mendasar yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah dengan mengikutsertakan dan
mempertimbangkan khasanah intelektual muslim klasik serta mencermati
kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.19
Lain dari pada itu,
terdapat hal pokok yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan islamisasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu pendidikan sejak dini. Sebab pendidikan
yang berkonsepsi terhadap kontekstualitas ajaran-ajaran Islam, akan memberikan
bekal bagi para generasi mendatang, sehingga siap dan sanggup menghadapi
globalisasi dunia modern yang membawa dampak yang luar biasa pada pencapaian
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan Islam harus mampu membangun
paradigma sains Islam yang dilandasi atas tawhid, khilafah dan ‘ibadah. Di
dalam paradigma inilah sains Islam bergerak melalui sarana ‘ilm untuk
menyebarkan ‘adl dan istishlah dan menghancurkan zhulm serta dziya’.
Konsep-konsep ‘adl, istishlah dan zhulm sangat luas dan meliputi aspek-aspek
ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan psikologi. Lebih-lebih konsep tersebut
bukan hanya terbatas pada manusia saja tetapi juga mencakup makhluk-makhluq
Tuhan yang lain termasuk lingkungan hidup. Konsep-konsep halal dan haram, yang
bergerak atas ‘adl dan zhulm, menentukan ketanggapan sosial dan sifat tak
berfaedah dari sains. Semua yang bersifat merusak fisik, materi, emosi, budaya,
lingkungan dan rohani adalah haram; sementara semua yang mendukung parameter
kebaikan masyarakat adalah halal. Jadi aktifitas ilmiah yang mendukung keadilan
sosial dan mempertimbangkan kepentingan umum adalah halal; sementara sains dan
teknologi yang mendorong pengasingan dan dehumanisasi, konsumerisme dan
penumpukan kekayaan di tangan sejumlah kecil orang, pengangguran, perusakan
lingkungan adalah zhalim dan karena itu haram. Satu ciri utama sains yang
zhalim adalah merusak sumber daya manusia, lingkungan dan rohani serta
melahirkan pemborosan. Sains semacam ini karenanya dikatagorikan dziya’
(boros). Aktifitas sains yang menyebarkan ‘adl memperoleh keabsahannya dari
istishlah (kepentingan umum), yang merupakan salah satu sumber syariah Islam.20
E.Penutup
Dari beberapa
pandangan yang telah penulis kemukakan, Islamisasi pengetahuan dan teknologi
merupakan hal yang seharusnya dilakukan, baik dari segi ilmuwan pembawanya yang
telah menjadi subjek adanya ilmu pengetahuan, maupun dari segi ilmu pengetahuan
dan teknologi yang ditemukan dan diciptakan. Terlepas dari konsep apa ilmu itu
dibawa, tetapi perlu dikembalikan kepada khiththah ilmu itu sendiri, yang
berasal dari Allah swt sebagai sumber kebenaran yang harus diyakini, dan ilmu
sebagai karunia yang telah Allah berikan kepada manusia sehingga menjadikan
manusia itu menjadi terangkat derajatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Awaludin, Rohadi,
”Konsep islamisasi IPTEK”, Tarbiyyah Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004.
http://al-manar.web.id/bahan/15. TARBIYAH/2. Konsep Islamisasi Iptek.pdf
Baiquni, Achmad, Al
Qur’an : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Hanafi, Hassan,
Oksidentalisme, Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Jakarta : Paramadina, 1999.
Muchsin, Bashori
dan Wahid, Abdul, Pendidikan Islam Kontemporer, Bandung : PT. Refika Aditama,
2009.
Muhaimin, Nuansa
Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2006.
Mulyadi, Sri,
Islamisasi Pengetahuan, http://kesppi.wordpress.com/2009/01/21/islamisasi-pengetahuan/
Musthafa, Adi J.,
“Membangun Sains Islam dan Teknologi Berwajah Muslim”,
http://adijm.multiply.com/journal/item/51/Membangun_Sains_Islam_dan_Teknologi_Berwajah_Muslim_2_dari_3,
Suryadilaga, M.
Alfatih, Konsep Ilmu Dalam Kitab Hadits, Studi atas Kitab al-Kafi Karya
al-Kulaini, Yogyakarta : Teras, 2009.
Tim Dosen Filsafat
Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Liberty Yogyakarta,
2003.
Yusuf, Ali Anwar,
Islam dan Sains Modern, Sentuhan Islam Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu, Bandung
: CV. Pustaka Setia, 2006.
Post a Comment
Post a Comment