KPK menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka OTT Gubernur Sulaw…
Perkembangan Ilmu Periode Daulat Abbasiyah (132H/750M s.d. 656H/1258 M)
Moeslim_Science_Online (Seri Ke-4)
Perkembangan Ilmu Periode Daulat Abbasiyah (132H/750M s.d. 656H/1258 M)
Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban. Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulat Abbasiyah lebih memprioritaskan pada penekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahwa masa Kedaulatan Abbasiyah merupakan pencapaian cemerlang di dunia Islam pada bidang sains, teknologi dan filsafat. Pada saat itu dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam.
Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban. Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulat Abbasiyah lebih memprioritaskan pada penekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahwa masa Kedaulatan Abbasiyah merupakan pencapaian cemerlang di dunia Islam pada bidang sains, teknologi dan filsafat. Pada saat itu dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam.
Masa sepuluh Khalifah pertama dari
Daulat Abbasiyah merupakan masa kejayaan (keemasan) peradaban Islam, dimana
Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para
khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode
ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik,
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu,
puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun
Al-Rasyid (786-809 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli
ibadah; senang bershadaqah; sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para
‘ulama; senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para
‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan
berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah
satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di
samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan
kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit,
lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat
paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum
juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa
inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak
tertandingi.
Terjadinya perkembangan lembaga
pendidikan pada masa Harun Al Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa
Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani
Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.(Suyuthi : 2006)
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada
bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari
pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa
sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan
penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun
Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di
bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan
sejarah. Menurut Demitri Gutas proses
penterjemahan di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial, politik dan
intelektual. Ini berarti bahwa para pihak baik dari unsur masyarakat, elit
penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga
dampaknya secara kultural sangat besar. Gerakan penerjemahan pada zaman itu
kemudian diikuti oleh suatu periode kreativitas besar, karena generasi baru
para ilmuwan dan ahli pikir muslim yang terpelajar itu kemudian membangun
dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya untuk mengkontribusikannya dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan.(Gutas :1998)
Menurut Marshall, proses pengislaman
tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh dari sekadar mengintegrasikan dan
memperbaiki, hal itu telah menghasilkan energi kreatif yang luar biasa.
Menurutnya, periode kekhalifahan dalam sejarah Islam merupakan periode
pengembangan di bidang ilmu, pengetahuan dan kebudayaan, dimana pada zaman itu
telah melahirkan tokoh-tokoh besar di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan
seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi. Berbagai pusat pendidikan tempat
menuntut ilmu dengan perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan di Cordova,
Palermo, Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat yang
sama telah mengungguli Eropa yang tenggelam dalam kegelapan selama
berabad-abad. Kehidupan kebudayaan dan politik baik dari kalangan orang Islam
maupun non-muslim pada zaman kekhilafahan dilakukan dalam kerangka Islam dan
bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan agama dan suku yang plural.
Pada saat itu umat Islam telah berhasil
melakukan sebuah akselerasi, jauh meninggalkan peradaban yang ada pada saat
itu. Hidupnya tradisi keilmuan, tradisi intelektual melalui gerakan
penerjamahan yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan penyelidikan yang
didukung oleh kuatnya elaborasi dan spirit pencarian, pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkembang secara pesat tersebut, mengakibatkan terjadinya
lompatan kemajuan di berbagai bidang keilmuan yang telah melahirkan berbagai
karya ilmiah yang luar biasa.
Menurut Oliver Leaman proses
penterjemahan yang dilakukan ilmuwan muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya
Yunani secara ansich, tetapi juga mengkaji teks-teks itu, memberi komentar,
memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Proses asimilasi
tersebut menurut Thomas Brown terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh.
Sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam
lingkungan pandangan hidup Islam. Proses ini menggambarkan betapa tingginya
tingkat kreativitas ilmuwan muslim sehingga dari proses tersebut telah
melahirkan pemikiran baru yang berbeda sama sekali dari pemikiran Yunani dan
bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.(Myers : 2003)
Pada masa-masa permulaan perkembangan
kekuasaan, Islam telah memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis
alat penting yaitu paper (kertas), compass (kompas) and gunpowder (mesiu).
Penemuan alat cetak (movable types) di Tiongkok pada penghujung abad ke-8 M dan
penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan abad 15 oleh Johann
Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan tidak ada arti
dan gunanya jika Bangsa Arab tidak menemukan lebih dahulu cara-cara bagi
pembuatan kertas.
Pencapaian prestasi yang gemilang
sebagai implikasi dari gerakan terjemahan yang dilakukan pada zaman Daulat
Abbasiah sangat jelas terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur
dan berkaliber internasional seperti : Al-Biruni (fisika, kedokteran); Jabir
bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu
matematika; Al-Kindi (filsafat); Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi);
Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina
(Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd
(Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka
telah meletakkan dasar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan.Islam di Spanyol
lebih dari tujuh abad dan umat Islam telah mencapai kejayaannya di
Spanyol. Banyak kemajuan dan prestasi
yang diperoleh umat Islam di Spanyol, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan
kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.(Arsyad : 1992)
Islam di Spanyol telah menunjukkan kemajuan
pada bidang ilmu pengetahuan, musik dan seni, bahasa dan sastra, dan kemajuan
pada pembangunan fisik. Untuk itu, perlu
mengkaji kemajuan yang dicapai umat Islam Spanyol, sebagai berikut :
2.3a Bidang
Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu
lembaran budaya yang sangat berilian dalam bentangan sejarah Islam. Umat Islam berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan dinasti
Bani Umayyah yang ke-5 Muhammad ibn Abd al-Rahman [832-886 M. (Qardhawi Yusuf,
2006).
Atas inisiatif al-Hikam [961-976 M],
karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Tumur dalam jumlah besar,
sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apa
yang dilakukan oleh para pemimpin bani Umayyah di Spanyol ini merupakan
persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa-masa sesudahnya.
Pada perkembangan selanjutnya, lahirlah
tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr
Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayig, dilahirkan di
Saragosa, kemudian ia pindah ke Sevilla dan Granada dan meninggal karena
keracunan di Fez pada tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti
al-Farabi dan ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan
eskatologis dengan magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama
kedua adalah Abd Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil
di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ibn
Thufail, banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat, serta karya
filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.(Arsyad : 1992)
Sebagaimana telah diketahui, orang yang
pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau
sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian diteruskan
oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama
Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat
lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi
banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh
Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi
diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam
Bahasa Arab.
Sejarawan menempatkan Al-Kindi sebagai
filosof Arab pertama yang mempelajari filsafat. Ibnu Al-Nadhim mendudukkan
Al-Kindi sebagai salah satu orang termasyhur dalam filsafat alam (natural
philosophy). Buku-buku Al-Kindi membahas mengenai berbagai cabang ilmu
pengetahuan seperti geometri, aritmatika, astronomi, musik, logika dan
filsafat. Ibnu Abi Usai’bia menganggap Al-Kindi sebagai penterjemah terbaik
kitab-kitab ilmu kedokteran dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Arab. Disamping
sebagai penterjemah, Al-Kindi menulis juga berbagai makalah. Ibnu Al-Nadhim
memperkirakan ada 200 judul makalah yang ditulis Al-Kindi dan sebagian
diantaranya tidak dapat dijumpai lagi, karena raib entah kemana. Nama Al-Kindi
sangat masyhur di Eropah pada abad pertengahan. Bukunya yang telah disalin
kedalam bahasa Latin di Eropah berjudul De Aspectibus berisi uraian tentang
geometri dan ilmu optik, mengacu pada pendapat Euclides, Heron dan Ptolemeus.
Salah satu orang yang sangat kagum pada berbagai tulisannya adalah filosof
kenamaan Roger Bacon.
Beberapa kalangan beranggapan bahwa
Al-Kindi bukanlah seorang filosof sejati. Dr. Ibrahim Madzkour, seorang sarjana
filsafat lulusan Perancis yang berasal
dari Mesir, beranggapan bahwa Al-Kindi lebih tepat dika-tegorikan sebagai
seorang ilmuwan (terutama ilmu kedokteran, farmasi dan astronomi) daripada
seorang filosof. Hanya saja karena Al-Kindi yang pertama kali menyalin kitab
Plato dan Aristoteles kedalam Bahasa Arab, maka ia dianggap sebagai orang yang
pertama kali memperkenalkan filsafat pada Dunia Islam dan kaum Muslimin.(Yatim
Badri : 2006)
Meskipun pada beberapa hal Al-Kindi
sependapat dengan Aristoteles dan Plato, namun dalam hal-hal tertentu Al-Kindi
memiliki pandangan tersendiri. Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles
yang menyatakan bahwa waktu dan benda adalah kekal. Dan untuk membuktikan hal
tersebut Al-Kindi telah menggunakan pendekatan matematika. Al-Kindi tidak
sepaham pula dengan Plato dan Aristoteles yang menyatakan bahwa bentuk
merupakan sebab dari wujud, serta pendapat Plato yang menyatakan bahwa cita
bersifat membiakkan. Menurut Al-Kindi alam semesta ini merupakan sari dari
sesuatu yang wujud (ada). Semesta alam ini merupakan kesatuan dari sesuatu yang
berbilang, ia juga bukan merupakan sebab wujud.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul
filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan filsafat.
Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rushd,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhamad Iqbal. Al-Farabi sangat
berjasa dalam mengenalkan dan mengembangkan cara berpikir logis (logika) kepada
dunia Islam. Berbagai karangan Aristoteles seperti Categories, Hermeneutics,
First dan Second Analysis telah diterjemahkan Al-Farabi kedalam Bahasa Arab.
Al-Farabi telah membicarakan berbagai sistem logika dan cara berpikir deduktif
maupun induktif. Disamping itu beliau dianggap sebagai peletak dasar pertama
ilmu musik dan menyempurnakan ilmu musik yang telah dikembangkan sebelumnya
oleh Phytagoras. Oleh karena jasanya ini, maka Al-Farabi diberi gelar Guru
Kedua, sedang gelar guru pertama diberikan kepada Aristoteles.
Kontribusi lain dari Al-Farabi yang
dianggap cukup bernilai adalah usahanya mengklassifikasi ilmu pengetahuan.
Al-Farabi telah memberikan definisi dan batasan setiap ilmu pengetahuan yang
berkembang pada zamannya. Al-Farabi mengklassifikasi ilmu kedalam tujuh cabang
yaitu : logika, percakapan, matematika, fisika, metafisika, politik dan ilmu
fiqhi (hukum).
Ilmu percakapan dibagi lagi kedalam
tujuh bagian yaitu : bahasa, gramatika, sintaksis, syair, menulis dan membaca.
Bahasa dalam ilmu percakapan dibagi dalam : ilmu kalimat mufrad, preposisi,
aturan penulisan yang benar, aturan membaca dengan benar dan aturan mengenai
syair yang baik. Ilmu logika dibagi dalam 8 bagian, dimulai dengan kategori dan
diakhiri dengan syair (puisi). Matematika dibagi dalam tujuh bagian yaitu :
aritmetika, geometri, astronomi, musik, hizab baqi (arte ponderum) dan
mekanika. Metafisika dibagi dalam dua bahasan, bahasan pertama mengenai
pengetahuan tentang makhluk dan bahasan kedua mengenai filsafat ilmu. Politik
dikatakan sebagai bagian dari ilmu sipil dan menjurus pada etika dan politika.
Perkataan politieia yang berasal dari bahasa Yunani diterjemahkan ke dalam
Bahasa Arab menjadi madani, yang berarti sipil dan berhubungan dengan tata cara
mengurus suatu kota. Kata ini kemudian sangat populer digunakan untuk
menyepadankan istilah masyarakat sipil menjadi masyarakat madani. Ilmu agama
dibagi dalam ilmu fiqh dan imu ketuhanan/kalam (teologi).
Buku Al-Farabi mengenai pembagian ilmu
ini telah diterjemahkan kedalam Bahasa Latin untuk konsumsi Bangsa Eropah
dengan judul De Divisione Philosophae. Karya lainnya yang telah diterjemahkan
kedalam Bahasa Latin berjudul De Scientiis atau De Ortu Scientearum. Buku ini
mengulas berbagai jenis ilmu seperti ilmu kimia, optik dan geologi.
Ibnu Sina dikenal di Barat dengan
sebutan Avicienna. Selain sebagai seorang filosof, ia dikenal sebagai seorang
dokter dan penyair. Ilmu pengetahuan yang ditulisnya banyak ditulis dalam
bentuk syair. Bukunya yang termasyhur Canon, telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Latin oleh Gerard Cremona di Toledo. Buku ini kemudian menjadi buku teks
(text book) dalam Ilmu Kedokteran yang diajarkan pada beberapa perguruan tinggi
di Eropah, seperti Universitas Louvain dan Montpelier. Dalam kitab Canon, Ibnu
Sina telah menekankan betapa pentingnya penelitian eksperimental untuk
menentukan khasiat suatu obat. Ibnu Sina menyatakan bahwa daya sembuh suatu
jenis obat sangat tergantung pada ketepatan dosis dan ketepatan waktu
pemberian. Pemberian obat hendaknya disesuaikan dengan kekuatan penyakit. Kitab
lainnya berjudul Al-Shifa diterjemahkan oleh Ibnu Daud (di Barat dikenal dengan
nama Avendauth-Ben Daud) di Toledo. Oleh karena Al-Shifa sangat tebal, maka
bagian yang diterjemahkan oleh Ibnu Daud terbatas pada pendahuluan ilmu logika,
fisika dan De Anima.
Ibnu Sina membagi filsafat atas bagian
yang bersifat teoritis dan bagian yang bersifat praktis. Bagian yang bersifat
teoritis meliputi : matematika, fisika dan metafisika, sedang bagian yang
bersifat praktis meliputi : politik dan etika. Dalam hal logika Ibnu Sina
memiliki pandangan serupa dengan para filosof Islam lainnyanya seperti
Al-Farabi, Al-Ghazali dan Ibnu Rushd, yang beranggapan bahwa logika adalah alat
filsafat, sebagaimana di tuliskan dalam syairnya :
Perlulah
manusia mempunyai alat
Pelindung
akal dari yang palsu
Imu
logika namanya alat
Alat
pencapai semua ilmu
Berbeda dengan filosof-filosof Islam
pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushyd dilahirkan di Barat
(Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja
(Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer). Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan
pendukung rasionalisme Aris-toteles. Menurut Ibnu Tufail, manusia dapat
mencapai kebenaran sejati dengan menggunakan petunjuk akal dan petunjuk wahyu.
Pendapat ini dituangkan dengan baik dalam cerita Hayy-Ibnu Yakdzhan, yang
menceritakan bagaimana Hayy yang tinggal pada suatu pulau terpencil sendirian
tanpa manusia lain dapat menemukan kebenaran sejati melalui petunjuk akal,
kemudian bertemu dengan Absal yang memperoleh kebenaran sejati dengan petunjuk
wahyu. Akhirnya kedua orang ini bisa menjadi sahabat.
Pada bagian akhir abad ke-12 M, menjadi
saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ibn Rusyd, lahir pada tahun 1126 M dan
meninggal pada tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Ibn Rusyd, juga
ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid. Ibnu Rushyd yang lahir dan
dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang dokter dan telah mengarang Buku
Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon
karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.
Ibnu Rushyd telah menyusun 3 komentar
mengenai Aristoteles, yaitu : komentar besar, komentar menengah dan komentar
kecil. Ketiga komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa : Arab, Latin
dan Yahudi. Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam
Stagirite karya Aristoteles dengan Bahasa Arab dan memberikan komentar pada
bagian akhir. Dalam komentar menengah ia masih menyebut-nyebut Aritoteles
sebagai Magister Digit, sedang pada komentar kecil filsafat yang diulas murni
sesuai pandangan Ibnu Rushyd.
Seperti halnya yang dilakukan oleh
pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushyd dianggap dapat
membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen, sehingga sinode
gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal
Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat ajaran
Ibnu Rushyd.
Pada Tahun 1215 saat Frederick II
menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai berkembang lagi. Pada Tahun
1214, Frederick mendirikan Universitas Naples, yang kemudian memiliki akademi
yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa latin.
Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan
terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin. Berkembangnya
ajaran filsafat Ibnu Rushyd di Eropa Barat tidak lepas dari hasil terjemahan
Michael Scot. Banyak orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil
menterjemahkan Komentar Ibnu Rushyd dengan judul de coelo et de mundo dan
bagian pertama dari Kitab Anima.(Myers : 2003)
2.3b Bidang
Sains
Di era ini, telah lahir ilmuwan-ilmuwan
Islam dengan berbagai penemuannya yang mengguncang dunia. Sebut saja,
al-Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan dalam
cabang ilmu matematika, Algoritma (logaritma). Ada Ibnu Sina (980-1037) yang
membuat termometer udara untuk mengukur suhu udara. Bahkan namanya tekenal di
Barat sebagai Avicena, pakar Medis Islam legendaris dengan karya ilmiahnya
Qanun (Canon) yang menjadi referensi ilmu kedokteran para pelajar Barat. Tak
ketinggalan al-Biruni (973-1048) yang melakukan pengamatan terhadap tanaman
sehingga diperoleh kesimpulan kalau bunga memiliki 3, 4, 5, atau 18 daun bunga
dan tidak pernah 7 atau 9.
Masa kejayaan Islam, terutama dalam
bidang ilmu pengetahun dan teknologi, kata Ketua Kajian Timur Tengah
Universitas Indonesia, Dr Muhammad Lutfi, terjadi pada masa pemerintahan Harun
Al-Rasyid. Dia adalah khalifah dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 786. Saat
itu, kata Lutfi, banyak lahir tokoh dunia yang kitabnya menjadi referensi ilmu
pengetahuan modern. Salah satunya adalah bapak kedokteran Ibnu Sina atau yang
dikenal saat ini di Barat dengan nama Avicenna. Ilmu-ilmu kedokteran, musik,
matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas
ibn Farnas, termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Abbas ibn Farnas, adalah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya
al-Naqqash, terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. al-Naqqash, juga berhasil
membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm al-Hisan bint Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah
Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia
[1145-1228 M] menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan
Ibn Batuthah dari Tangier [1304-1377 M] mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn
al-Khatib [1317-1374 M] menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari
Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat
tinggal di Spanyol, yang kemudia pindah ke Afrika. Itulah sebagai nama-nama
besar dalam bidang sains yang terkenal pada masa pemerintahan Islam di Spanyol.(Yatim
Badri : 2006)
2.3c Bidang
Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol
Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki
Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil
mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu
yang dimilikinya itu turunkan kepa anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan
juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.(Sunanto : 2003)
2.3d Bidang
Bahasa dan Sastra
Bahasa
Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal
itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli
Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak ahli dan mahir
dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka-mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih,
Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu
al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi. Seiring dengan kemajuan bahasa
itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin
Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid karya al-Fath ibn Khaqan, dan
banyak lagi karya-karya yang lain.(Sunanto : 2003)
2.3e
Teknologi dan Industri
Kekhilafahan Abbasiyah dengan
kegemilangan ipteknya kini hanya tercatat dalam buku usang sejarah Islam.
Dinasti Abbasiyiah membawa Islam ke puncak kejayaan. Saat itu, dua pertiga
bagian dunia dikuasai oleh kekhalifahan Islam. Tradisi keilmuan berkembang
pesat.Pada abad ke-8 dan 9 M, negeri Irak dihuni oleh 30 juta penduduk yang 80%
nya merupakan petani. Hebatnya, mereka sudah pakai sistem irigasi modern dari
sungai Eufrat dan Tigris. Hasilnya, di negeri-negeri Islam rasio hasil panen
gandum dibandingkan dengan benih yang disebar mencapai 10:1 sementara di Eropa
pada waktu yang sama hanya dapat 2,5:1.
Kecanggihan teknologi masa ini juga
terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid
Agung Cordoba; Blue Mosque di Konstantinopel; atau menara spiral di Samara yang
dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang
dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang
dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.Aspek-aspek pembangunan
fisik yang mendapat perhatian umat Islam sengat banyak. Dalam perdagangan,
jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga sistem
Irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal
sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan
jembatan-jembatan air didirikan. Tampat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga
mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan
pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek
curah air, waduk [kolam] dibuat untuk konservasi [penyimpanan air]. Pengaturan
hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air [water wheel] asal Persia
yang dinamakan na’urah [Spanyol: Noria]. Disamping itu, orang-orang Islam juga
memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan
tanaman-tanaman.
Industri, disamping pertanian dan
perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya
adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar. Namun
demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah gedung-gedung,
seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara
pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah
di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, mesjid Seville, dan istana
al-Hamra di Granada.(Sunanto : 2003)
(Tugas FIlsafat
Ilmu : Dep. Ilmu FAAL FK UNAIR)
Post a Comment
Post a Comment