KPK menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka OTT Gubernur Sulaw…
MAKNA IBADAH
Kitab Tauhid 1
oleh: Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al
fauzan
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga
pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja' (harapan). Rasa
cinta harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf harus
dibarengi dengan raja'. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman tentang
sifat hamba-hambaNya yang mukmin: "Dia mencintai mereka dan mereka mencintaiNya."
(Al-Ma'idah: 54)
"Adapun orang-orang yang beriman sangat
cinta kepada Allah." (Al-Baqarah: 165)
Dia Subhannahu wa Ta'ala berfirman menyifati
para rasul dan nabiNya: "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka
berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu kepada Kami." (Al-Anbiya': 90)
Sebagian salaf berkata: "Siapa yang
menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka ia zindiq. Zindiq adalah
istilah untuk setiap munafik, orang yang sesat dan mulhid (pen).[1]
Siapa yang menyembahNya dengan raja' (harapan)
saja maka ia adalah murji'. Murji' adalah orang Murji'ah, yaitu golongan yang
mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman. Iman hanya dengan hati (pen.).[2]
Dan siapa yang menyembahNya hanya dengan khauf
(takut) saja, maka ia adalah haruriy. Haruriy adalah orang dari golongan
Khawarij, yang pertama kali muncul di Harurro', dekat Kufah, yang berkeyakinan
bahwa orang mukmin yang berdosa adalah kafir (pen).[3]
Siapa yang menyembahNya dengan hubb, khauf dan
raja' maka ia adalah mukmin muwahhid." Hal ini disebutkan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dalam Risalah Ubudiyah.
Beliau juga berkata: "Dien Allah adalah
menyembahNya, ta'at dan tunduk kepadaNya. Asal makna ibadah adalah adz-dzull
(hina). Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull dan hubb.
Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi
kepadanya. Siapa yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya,
maka ia bukanlah menghamba (menyembah) kepadanya.
Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak
tunduk kepadanya, maka ia pun tidak menghamba (menyembah) kepadanya.
Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau rekannya. Karena itu tidak cukup
salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah, tetapi hendaknya Allah
lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala
sesuatu. Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah (cinta) dan khudhu' (ketundukan)
yang sempurna selain Allah. Majmu'ah Tauhid Najdiyah, 542.[4]
Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan
poros segala amal ibadah. Ibnu Qayyim berkata dalam Nuniyah-nya:
"Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta
yang dalam kepadaNya, beserta kepatuhan penyembahNya. Dua hal ini adalah ibarat
dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai
kedua kutub itu berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah, perintah rasulNya.
Bukan hawa nafsu dan syetan."
Ibnu Qayyim menyerupakan beredarnya ibadah di
atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah Subhannahu wa Ta'ala
dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa
beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari'atnya,
bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah
ibadah. Apa yang disyari'atkan baginda Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam
itulah yang memutar orbit ibadah. Ia tidak diputar oleh bid'ah, nafsu dan
khurafat.
(posted by admin)
Post a Comment
Post a Comment