KPK menetapkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sebagai tersangka OTT Gubernur Sulaw…
Kisah Inspiratif Sahalahuddin al-Ayyubi dalam Dimensi Pendidikan
Pendidikan kembali tampil sebagai unsur terpenting
perubahan pada masa perang Salib. Tepatnya pada akhir abad kelima Hijriyah,
saat kaum muslim mengalami kekalahan melawan Eropa. Peristiwa ini merupakan
salah satu tragedi yang sangat memilukan dalam perjalanan sejarah umat Islam.
Puluhan ribu muslim dibantai, harta kekayaan dirampas, dan kehormatannya
dinodai. Apa yang sebenarnya terjadi? Fakta sejarah menunjukkan beberapa
penyebab kekalahan Islam dalam perang Salib dikarenakan adanya ketidak-beresan
dalam tubuh umat Islam itu sendiri, seperti ragam penyimpangan kolektif yang
dilakukan oleh berbagai lapisan umat setelah ditinggalkan oleh salafush shalih yang merambat ke
seluruh lapisan umat Islam.
Artinya, umat Islam saat itu mengalami keterpurukan internal dan eksternal sekaligus. Menjamurnya faham-faham destruktif seperti bathiniyyah (aliran kebatinan), syi`ah ekstrim, dan komunalisme mazhab, menggerogoti kesatuan dan imunitas internal umat sehingga berdampak buruk terhadap kehidupan politik, ekonomi dan sosial. Institusi Khilafah yang masih eksis seakan lumpuh dan tidak sanggup membendung arus kerusakan dan kemerosotan multi dimensi, yang pada digilirannya tidak mampu menghadapi serangan-serangan pihak luar, terutama pasukan Salib Eropa.
Kondisi chaos yang dialami umat Islam ini dipaparkan dengan apik
oleh Dr. Majid al-Kilani dalam karyanya, Hakadza Zhahara
Jil Shalahiddin wa Hakadza `Adat al-Quds. Buku analisis
sejarah ini menuding disorientasi pendidikan sebagai penyebab kemunduran dan
kelemahan umat Islam di masa awal perang Salib. Kesimpulan ini diambil setelah
penelitian yang mendalam terhadap faktor-faktor yang membangkitkan umat yang
ditandai dengan munculnya fenomena Nuruddin Zanki dan Shalahuddin al-Ayyubi.
Al-Kilani mengungkapkan bahwa dalam rentang sekitar
setengah abad, terhitung sejak invasi pasukan Salib ke Palestina hingga
munculnya perlawanan berimbang oleh Nuruddin Zanki dan dilanjutkan kemenangan
yang diraih oleh Shalahuddin al-Ayyubi, ada sebuah gerakan kolektif yang
teroganisir dengan rapi dan solid. Uniknya, bukan sebuah gerakan militer yang
dikomandoi oleh institusi politik yang ada saat itu, termasuk Khalifah
sekalipun, melainkan gerakan keilmuan dan pendidikan yang dipelopori oleh
ulama-ulama besar yang memiliki corak pemikiran dan garis perjuangan yang sama,
seperti Abu Hamid al-Ghazali, Abdul Qadir al-Jilani, Abu Madyan al-Maghribi,
Zainuddin Ibnu Naja, al-Qadhi al-Fadhil, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, dan
lain-lain. Dari gerakan inilah lahir bukan sekadar sosok, tapi generasi
Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mengembalikan kekuatan, martabat dan
kegemilangan umat. (asep sobari/salim/edityha/MG)
Post a Comment
Post a Comment